GPLT-MU Soroti Ancaman Pencemaran Ekologi Pabrik Baterai Nasional di Buli Halmahera Timur
Bacanesia.com,HALTIM-Ketua Umum Gerakan Pemuda Lingkar Tambang Maluku Utara (GPLT-MU), Abdur Saleh menyoroti sejumlah masalah pabrik baterai nasional di Halmahera Timur adalah bagian dari Proyek Ekosistem Baterai EV Terintegrasi, yang diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Juni 2025 lalu.
Proyek ini merupakan kerja sama antara PT Aneka Tambang (Antam) dengan perusahaan Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), dan dikerjakan oleh patungan PT Feni Haltim (FHT).
Proyek tersebut meliputi beberapa sub-proyek seperti pertambangan nikel, smelter, produksi material baterai katoda, dan fasilitas daur ulang, dan bertujuan untuk mendukung hilirisasi industri nikel dan mewujudkan transisi energi hijau di Indonesia.
Namun nyatanya, ditemukan sejumlah keluhan berdatangan dari berbagai pihak di pesisir Tanjung Buli, Halmahera Timur. Pasalnya laut yang dulu jernih kini semakin keruh. Sehingga sejumlah warga yang memiliki profesi sebagai nelayan akhirnya mengeluh terkait hasil tangkap yang menurut.
Hal yang sama dirasakan oleh petani dan meresahkan akibata aliran air sungai kerap membawa lumpur pekat. Seiring berjalannya waktu, hutan di sekeliling desa-desa pun terus tergerus, membuka jalan bagi proyek besar bernama Pabrik Baterai Nasional.
Dari dokumentasi yang dikantongi warga setempat pada tanggal 25 september 2025 memperlihatkan aliran air sungai keruh pekat mengalir ke laut menutupi pesisir dengan lumpur berwarna cokelat. Peristiwa serupa terjadi pada 8 Agustus 2025, namun klaim PT. Feni sudah diperbaiki terbukti tidak sesuai kenyataan dilapangan.
Pada 29 Juni 2025 lalu, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto meresmikan pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik terintegrasi di Buli. Pemerintah menyebutnya sebagai tonggak sejarah hilirisasi nikel dan transisi energi.
Namun bagi masyarakat lingkar tambang, proyek raksasa ini membawa rasa cemas, apakah masa depan mereka akan digadaikan demi ambisi industri global?
Sehingga menjadi perhatian serius bagi GPLT-MU hadir untuk menyuarakan keresahan itu. Sebab pembangunan yang mengabaikan aspek ekologi dan hak masyarakat lokal hanya akan melahirkan luka baru, laut yang tercemar, hutan yang hilang, dan generasi yang kehilangan ruang hidup.
“Kami tidak menolak pembangunan dan investasi. Tetapi kami menolak keras jika pembangunan dilakukan dengan cara merusak laut, hutan, dan ruang hidup masyarakat adat Maba dan Buli,” tegas Ketum GPLT-MU Abdur Saleh.
Berikut Lampiran Data Proyek Pabrik Baterai Nasional
Peresmian /Groundbreaking: 29 Juni 2025, oleh Presiden RI Prabowo Subianto dengan nilai Investasi: ± US$ 5,9 miliar (Rp 95–100 triliun) yang berlokasidi Hulu, Tanjung Buli (tambang, smelter, HPAL, prekursor, katoda, daur ulang),sedangkan hilirnya di Karawang, Jawa Barat (pabrik sel baterai) untuk Luas Area: ± 3.023 hektar dengan Kapasitas Produksi
Smelter pirometalurgi 88.000 ton refined nickel alloy/tahun. Smelter HPAL 55.000 ton MHP/tahun. Untuk Pabrik bahan katoda 30.000 ton/tahun. Pabrik sel baterai 6,9 GWh/tahun (ekspansi 15 GWh). Dan Fasilitas daur ulang 20.000 ton logam/tahun.Ditaksir Serapan Tenaga Kerjaadalah : ± 8.000 orang langsung, dan ± 35.000 orang tidak kangsung.Proyeksi dengan Nilai Tambah: ± US$ 48 miliar (Rp 779 triliun).
Contoh kasus kerusakan Ekologi di Pulau Gebe jadi Catatan.
Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, menjadi contoh nyata bagaimana tambang nikel meninggalkan luka ekologis. PT Aneka Tambang (Antam) yang telah beroperasi di sana sejak 1979, tercatat menimbulkan sejumlah masalah sebagai berikut.
. Kerusakan hutan lindung dan kawasan pesisir akibat pembukaan lahan tambang.
. Sedimentasi berat di perairan sekitar yang mengakibatkan air laut keruh, padahal pulau ini dulunya dikenal sebagai daerah kaya terumbu karang.
. Penurunan hasil tangkapan nelayan, di mana masyarakat mengeluh ikan semakin sulit didapat sejak aktivitas tambang masif.
. Minimnya reklamasi pascatambang, membuat bekas galian dibiarkan terbuka dan menjadi sumber pencemaran jangka panjang.
Kasus Pulau Gebe menjadi peringatan keras bahwa tanpa kontrol ketat, eksploitasi nikel akan menghancurkan ekosistem pulau-pulau kecil di Maluku Utara. Apa yang terjadi di Gebe bisa terulang di Tanjung Buli dan pesisir Mornopo jika pola tambang dan industri tidak berubah.
Adapun sejumlah tuntutan GPLT-MU
. Pemerintah segera melakukan audit lingkungan independen, keterbukaan ANDAL, RKL-RPL dan mempublikasikan hasilnya kepada masyarakat lingkar tambang
. Perusahaan Antam Group ( PT. Feni, PT. SDA dan PT. NKA) wajib mereboisasi, pemulihan Restorasi Lingkungan dan memastikan tidak ada limbah yang dibuang ke laut.
. Hak masyarakat nelayan, dan petani di Buli, Mabapura harus dijamin melalui mekanisme yang adil dan transparan.
. Perda Tenaga Kerja Lokal yang baru di Sahkan PEMDA dan DPRD harus dijalankan sungguh-sungguh, agar masyarakat Halmahera Timur tidak hanya menjadi penonton.
Sekjen GPLT-MU Sudiono Hi Dikir menambahkan, kekhawatiranya adalah jagan sampai Pabrik Baterai Nasional di Buli digadang sebagai proyek kebanggaan, namun merusak ekologi dan sosial masyarakat Halmahera Timur.
“GPLT-MU akan terus mengawal isu ini sampai ada jaminan perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal. Jika ultimatum kami diabaikan, kami siap menggerakkan aksi lebih besar bersama rakyat lingkar tambang di Maluku Utara,”tandasnya.(*)
Tinggalkan Balasan